Breaking News

Praktik Mengoplos Beras Premium Sudah Lama Terjadi

Praktik mengoplos beras dinilai telah terjadi sejak lama di pasar Indonesia. Hal ini dibuktikan dari riset pada 1998 oleh Pakar Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) M. Firdaus.

Ia melakukan riset tentang karakteristik beras di 22 pasar eceran di Jakarta. Hasilnya, beras pandan wangi yang dijual di pasar tidak benar-benar 100 persen, melainkan hanya 40 persen. Risetnya di Cianjur, Jawa Barat, juga mengungkapkan, semua penggilingan tidak ada yang menjual beras pandan wangi 100 persen. Jika beras itu 100 persen pandan wangi, maka harganya bisa mencapai Rp 40 ribu per kilogram.

“Tidak mungkin harga beras pandan wangi Rp 15-20 ribu. Itu mungkin kandungan beras pandan wanginya sekitar 20-30 persen. Sisanya mungkin beras Ciherang karena paling mirip. Tanya pedagang di sana (Pasar Induk Cipinang) itu yang terjadi,” ungkap Firdaus pada keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Senin (24/7).

Namun, menurut dia, hal itu bukanlah sebuah kebohongan karena beras tidak mengalami perubahan bentuk. Ia pun memberikan contoh pada penjualan bubuk kopi. Saat dijual eceran oleh petani, kata Firdaus, harga kopi mungkin hanya Rp 3.000 perkilogram. Tapi, saat sudah dijual di kedai kopi semacam Starbucks harganya naik tajam.

“Apakah bentuk kopinya beda? Apakah ada pembohongan? Kan tidak. Konsumen beras pun sama,” ujarnya.

Menurutnya, konsumen beras hanya perlu jaminan keamanan produk. Mereka mau beli dengan harga mahal karena ada persepsi, beras itu tidak dicampur beras plastik, tidak menggunakan pemutih, dan bahan kimia lainnya. Karena itulah konsumen mau membayar mahal.

Beras premium, kata Firdaus, menggunakan kemasan yang bagus dan ada semacam jaminan tidak langsung. Menurut dia, hal itu bukanlah suatu pembohongan. Konsumen membayar kualitas, baik fisik maupun karena jaminan informasi. “Diolah dengan baik, tidak pecah, tidak pakai pemutih dan dikemas dengan baik. Ya jadilah dia beras premium,” ungkap dia.

(republika.co.id-ronggoastungkoro/nuraini)