Breaking News

Tolak Kesebelasan Pimpinan MPR

KETUA MPR Zulkifli Hasan menolak usulan penambahan kursi pimpinan MPR dari 5 menjadi 11 orang. Ia menilai jumlah kursi tambahan yang diusulkan itu terlalu banyak. “Itu kan ada usulan 11 pimpinan MPR. Kalau 11 itu kan jadi kesebelasan bola, yang benarlah,” katanya seusai acara sosialisasi empat pilar kenegaraan di Manado, Sulut, Rabu (24/5).

Pada prinsipnya dia tidak mempermasalahkan usulan penambahan jumlah pimpinan MPR. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak, itu akan menjadi sorotan dunia. “Nambah boleh, tapi jangan bikin kesebelasan bola gitu, dong. Apa kata dunia,” tegasnya.

Usulan penambahan jumlah kursi pimpinan di parlemen mengemuka dalam pembahasan revisi UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Usulan yang muncul ialah penambahan pimpinan DPR dari 5 menjadi 7, pimpinan MPR menjadi 11, dan pimpinan DPD dari 3 menjadi 5 orang.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan usulan tersebut belum final dan bisa saja dibatalkan jika pemerintah tidak menyetujui.

“Namun, ini belum final karena belum ambil keputusan. Tentu tergantung pada pertimbangan setiap fraksi dan sikap pemerintah. Sekalipun fraksi mengusulkan, tapi bila pemerintah tidak setuju, tentu tidak akan dilaksanakan,” ujar Supratman.

Menurut rencana, Baleg akan menggelar rapat guna membahas revisi tersebut pada Selasa (30/5). Pasalnya, usulan penambahan kursi pimpinan tentu akan berdampak pada penganggaran yang memerlukan persetujuan pemerintah. Pihaknya juga beraharap revisi bisa rampung dalam masa persidangan kali ini.

Tidak sentuh substansi
Senator asal Sulawesi Barat Muhammad Asri Anas menilai revisi UU MD3 kental dengan kesan bagi-bagi kekuasaan. Hal itu tampak dari rencana penambahan kursi pimpinan lembaga di parlemen dalam jumlah yang fantastis.

Menurutnya, efektivitas dan efisiensi anggaran seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sebagai contoh, tahun 2017 anggaran operasional pimpinan MPR Rp46.474.000.000 di luar gaji dan tunjangan. “Jika ditambah 6, bisa mencapai Rp160 miliar per tahun, sangat memalukan,” tegasnya.

mediaindonesia.com