Breaking News

KPK Pastikan Ada Bukti Baru Penjerat Setya Novanto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyidik memiliki bukti baru untuk kembali menjerat Setya Novanto dalam perkara korupsi proyek e-KTP. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penyidik tak hanya mengandalkan pemeriksaan dalam penyelidikan terpidana, terdakwa, dan tersangka lain di kasus ini, tapi juga bukti hasil pengembangan penanganan perkara ini.

Menurut Febri, dari hasil pengembangan penyidikan kasus ini, penyidik kembali menemukan sejumlah bukti yang menguatkan dugaan keterlibatan Setya dalam persekongkolan jahat lelang e-KTP pada 2011-2012. “Buktinya sudah ada dan terus menguat,” kata Febri kepada Tempo, Senin, 2 Oktober 2017.

Namun Febri enggan memaparkan detail bukti yang dimaksud. Dia juga belum bisa memastikan upaya KPK selanjutnya pasca hakim praperadilan Cepi Iskandar membatalkan status tersangka Setya Novanto dalam megakorupsi di proyek senilai Rp 5,84 triliun ini, Jumat lalu. Dua Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif dan Alexander Marwata, menyatakan lembaganya akan mempertimbangkan kembali menjerat Setya, salah satunya dengan menggelar penyelidikan atau penyidikan baru.

Bukti baru untuk menjerat Setya diperlukan lantaran dalam putusannya hakim Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu tak dapat menggunakan data, informasi, dan bukti hasil penyitaan yang diperoleh dari penanganan perkara terhadap tersangka e-KTP lainnya. Sejumlah ahli hukum dan pegiat antikorupsi menilai pertimbangan hakim Cepi itu tak tepat karena sejak awal KPK menjerat para tersangka e-KTP dengan pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang bersama-sama melawan hukum.

Dalam perkara ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis bersalah dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Pengadilan yang sama juga masih menyidangkan dakwaan KPK terhadap pengusaha Andi Agustinus. Belakangan komisi antikorupsi kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini, yakni anggota DPR Markus Nari dan bos PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Setya, yang dikabarkan masih terbaring di rumah sakit, berulang kali membantah keterlibatannya di kasus ini. Dia menyatakan tak pernah berhubungan dengan para terdakwa dan tersangka korupsi e-KTP, apalagi menerima uang. “Tidak benar, saya yakin,” kata Setya saat bersaksi di persidangan Irman dan Sugiharto, April lalu.

Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai KPK bisa langsung menetapkan kembali Setya sebagai tersangka. Menurut dia, putusan Cepi hanya menguji aspek formil atau prosedur penetapan tersangka sehingga tak menggugurkan dugaan tindak pidana. “Jika sudah ada dua alat bukti, sesuai Pasal 44 Undang-undang KPK, penyidik bisa meminta penerbitan surat penyidikan baru,” kata dia.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan KPK memang tak memiliki peluang untuk mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka. “Dalam prakteknya, KPK pernah menetapkan lagi tersangka korupsi,” kata Suhadi.

Praktek yang dimaksud adalah ketika KPK kembali menetapkan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin sebagai tersangka korupsi PDAM Makassar meski praperadilan sempat membatalkannya. Belakangan MA tetap menyatakan Ilham bersalah dalam kasasi dengan hukuman 4 tahun penjara.

Pada sidang Jumat pekan lalu, ketua tim advokasi hukum Setya Novanto, I Ketut Mulya Arsana enggan berkomentar soal opsi KPK menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka. “Saya kurang tahu, karena kami sudah selesai di sini,” ujarnya.

tempo.co (fransisco rosarians enga geken/kodrat setiawan)