Sejumlah media asing menyoroti terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat atau Perppu Ormas yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi kemarin.
“Organisasi hak asasi manusia yang berbasi di New York mengutuk langkah (terbitnya Perppu Ormas) tersebut,” tulis The Washington Post dikutip pada Kamis, 13 Juli 2017.
Media di Amerika Serikat itu menulis bahwa aktivis hak asasi manusia menyatakan bahwa keputusan Jokowi telah melanggar hak atas kebebasan berserikat dan berekspresi. Mereka juga menjelaskan bahwa itu dapat dikategorikan pelanggaran HAM, meskipun keputusan itu didukung oleh kelompok moderat, Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul Ulama dikenal sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia yang moderat. Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj menegaskan pihaknya mendukung pemerintah menerbitkan perppu ormas. Peraturan yang menggantikan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 itu disebut-sebut dibuat sebagai jalan tol untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
The Washington Post menulis bahwa perppu ormas itu diterbitkan pemerintah untuk menghindari proses pengadilan saat membubarkan HTI. Mengingat, untuk membubarkan ormas di Indonesia memerlukan waktu yang panjang jika menempuh jalur peradilan. “Kemungkinan HTI merupakan salah satu sasaran setelah pemerintah mengumumkan pada Mei lalu akan membubarkan kelompok tersebut.”
Media lain seperti Star Tribune mengutip pernyataan aktivis HAM dari Human Rights Watch Andreas Harsono yang menyebut bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk menindak kelompok yang melanggar undang-undang. Namun, membubarkan kelompok tersebut justru tindakan kejam.
“Melarang setiap organisasi berdasarkan ideologis adalah tindakan kejam yang merongrong hak kebebasan berserikat dan berekspresi. Padahal rakyat Indonesia telah berjuang keras untuk membangun ini sejak kediktatoran Suharto,” kata Harsono.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Hukum dan Keamanan, Wiranto mengumumkan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Peraturan itu akan menggantikan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat. Kata dia, keputusan itu untuk melindungi kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai sebuah negara yang tidak mendiskreditkan kelompok lain.
Atas keputusan itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra melawan dan akan mengirimkan gugatan atau judicial review pada pekan depan ke Mahkamah Konstitusi. “Kami melawan melalui pengadilan, kami sedang menyusun draft permohonan uji materil Perppu Ormas kepada Mahkamah Konstitusi,” kata Yusril saat konferensi pers di Kantor DPP HTI pada Rabu malam, 12 Juli 2017.
Dia menegaskan bahwa HTI akan melawan upaya pembubaran pemerintah melalui jalur hukum. Kata Yusril, ada banyak kejanggalan materil yang tertuang di perppu tersebut. Satu di antaranya, ia menyebutkan Pasal 59 Ayat 4 berisi ormas dilarang menganut, menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Kemudian pada Pasal 82 ditulis sanksi jika melanggar yakni ancaman pidana bagi pengurus dan anggota ormas selama-lamanya seumur hidup.
Dalam jumpa pers kemarin, Wiranto mengatakan Perppu Ormas diterbitkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di tengah 344.039 ormas yang terus berkembang. “Ini bukan tindak kesewenangan-wenangan pemerintah,” ujarnya.