Breaking News

Mengungkap Misteri Beras Medium ‘Disulap’ Jadi Premium

Dugaan pemalsuan kualitas beras medium jadi premium sedang jadi perbincangan. Peristiwa ini mencuat setelah Satgas Pangan Polri menggerebek gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7/2017).

Di dalam gudang itu ditemukan tumpukan stok beras seberat 1.161 ton. Beras-beras ini diduga jenis IR 64, yang diolah dan diberi kemasan bagus, serta diberi merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago.

Selanjutnya, beras dijual ke pasar ritel modern dengan harga premium Rp 13.700 dan Rp 20.400 per kilogram (kg). Padahal, harga eceran tertinggi beras yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 9.000/kg

“Hampir 90{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5} beras di Indonesia adalah IR 64. Benih dan pupuknya disubsidi pemerintah. IR 64 itu hanya Rp 9.000/kg harga eceran tertingginya,” kata Ketua Satgas Pangan, Irjen Pol. Setyo Wasisto, kepada detikFinance, Sabtu (22/7/2017).

Senada, Kepala Sub bidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Pertanian, Ana Astrid, menjelaskan dalam memproduksi beras tersebut, ada subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Bahkan, ditambah lagi ada bantuan sarana dan prasarana bagi petani dari pemerintah yang besarnya triliunan.

“Di luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (rastra) untuk rumah tangga sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui Bulog dan tidak diperjual-belikan di pasar,” kata Ana dalam keterangan tertulis Kementan, Minggu (23/7/2017).

Marjin 100{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5}

Adapun padi varietas IR 64 merupakan salah satu benih dari Varietas Unggul Baru (VUB). Antara lain varietas Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya. VUB ini total digunakan petani sekitar 90{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5} dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun.

“Memang benih padi varietas IR 64 cukup lama populer sejak tahun 80-an, sehingga sering menjadi sebutan tipe beras. Cirinya bentuk beras ramping dan tekstur pulen. Masyarakat sering menyebut beras IR, meskipun sebenarnya varietas VUB-nya beda-beda, bisa Ciherang, Inpari dan lainnya,” terang Anna.

Anna melanjutkan, kesukaan petani terhadap IR 64 ini sangat tinggi, sehingga setiap akan mengganti varietas baru selalu diistilahkan dengan ‘IR 64’ baru. Akibatnya, seringkali diistilahkan varietas unggul baru itu yakni sejenis IR. Apapun varietasnya sebagian petani menyebut benih jenis IR.

“Seluruh beras medium dan premium itu kan berasal dari gabah varietas Varietas Unggul Baru (VUB) yaitu IR 64, Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Inpari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya. Petani menjual pada kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram gabah,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Ana, perusahaan tersebut membeli gabah/beras jenis varietas VUB dengan harga beli dari petani relatif sama. Selanjutnya dengan proses atau diolah menjadi beras premium dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi.

Ini yang menyebabkan disparitas harga tinggi. Marjin mereka tinggi bisa sampai 100{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5}. Marjin yang diperoleh di atas normal profit, sementara petani menderita dan konsumen menanggung harga tinggi.

“Sementara perusahaan lain membeli gabah ke petani, harga yang sama dan diproses menjadi beras medium dengan harga normal medium,” tegasnya.

Penjelasan Mantan Mentan

Merespons temuan Satgas Pangan, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, induk usaha PT IBU, angkat bicara lewat keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (21/7/2017). Ini dilakukan karena kewajiban Tiga Pilar Sejahtera sebagai perusahaan publik yang terdaftar di BEI.

Emiten berkode saham AISA itu menegaskan, PT IBU membeli gabah dari petani dan beras dari mitra penggilingan lokal, dan tidak membeli atau menggunakan beras subsidi yang ditujukan untuk program beras sejahtera (rastra) Bulog dan atau bantuan bencana atau bentuk lainnya dalam menghasilkan beras kemasan berlabel.

PT IBU memproduksi beras kemasan nasional berlabel untuk konsumen menengah atas sesuai dengan deskripsi mutu Standard Nasional Indonesia (SNI). Memproduksi beras kemasan berlabel berdasarkan standar ISO 22000 tentang food safety dan GMP (Good Manufacturing Product).

Selain itu, mengikuti ketentuan pelabelan yang berlaku dan menggunakan laboratorium terakreditasi sebagai dasar pencantuman informasi fakta nutrisi, dan mencantumkan kode produksi sebagai dasar informasi umur stok hasil produksi.

Komisaris Utama Tiga Pilar Sejahtera, Anton Apriyantono, juga buka suara. Anton mengatakan, soal tudingan mengubah beras IR 64 yang disebut kategori medium menjadi beras premium, perlu dijelaskan IR 64 itu varietas lama yang sudah digantikan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang, kemudian diganti lagi dengan Inpari.

“Jadi varietas IR 64 itu sudah jarang. Di lapangan, IR 64 itu sudah tidak banyak,” kata Anton kepada detikFinance, Sabtu (22/7/2017).

Anton juga menyanggah IR 64 merupakan beras yang disubsidi. Dia mengatakan, yang disubsidi itu raskin atau beras miskin, yang saat ini disebut beras sejahtera atau rastra.

“Tidak ada namanya beras IR 64 disubsidi, yang ada adalah beras raskin. Subsidi bukan pada berasnya, tapi pada pembeliannya. Beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk konsumen miskin,” tutur mantan menteri pertanian (mentan) itu.

Kini, dugaan pemalsuan beras tersebut masih diselidiki polisi, termasuk mengungkap praktik mafia beras. Polisi belum menetapkan tersangka karena masih dalam tahap penyelidikan. Namun, 1.161 ton stok beras di gudang PT IBU sudah disita dengan dipasangi police line.

Kita tunggu saja hasil kerja polisi. Yang jelas, masyarakat tak ingin dibohongi membeli beras dengan harga tinggi tapi kualitasnya tak sebanding.

Sementara Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan tidak ada larangan tertulis mengenai aturan harga jual beras seperti yang dilakukan PT IBU. Namun, Darmin enggan mengomentari lebih jauh dan menyerahkan kasus ini ke pihak berwenang.

“Memang kalau ditanya boleh enggak dia jual beras yang udah disortir pakai merek harga yang umum, ya enggak ada larangannya juga. Seberapa tinggi supaya dia enggak melanggar ya enggak ada aturannya juga. Oleh karena itu, saya lebih baik tidak bicara terlalu jauh tentang kesalahannya apa,” tutup Darmin.

(detik.com-hns/wdl)