Breaking News

Pasal Makar tidak Ganggu Kebebasan Berpikir

DIREKTUR Litigasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM) Ninik Hariwanti menyebut Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 110 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak bertentangan dengan kebebasan berpikir dan kemerdekaan menyatakan pikiran.

Hal itu ia sampaikan dalam sidang uji materi KUHP terkait dengan frasa ‘makar’ untuk dua permohonan Nomor 7/PUU-XV/2017 dan Nomor 28/PUU-XIV/2017 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin. Agenda sidang ialah mendengarkan keterangan pemerintah dan ahli dari pemohon.

“Sebab, pasal yang diujikan bertujuan memberikan kepastian dan perlindungan di mata hukum. Pasal tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia maupun warga negara asing,” jelasnya di hadapan majelis hakim konstitusi yang di­pimpin Ketua MK Arief Hidayat.

Ninik menyebut pasal makar juga bertujuan memberikan perlin­dungan bagi negara. Hal tersebut menyangkut eksistensi negara agar terhindar dari ancaman dalam dan luar negeri. “Hal demikian juga telah diatur dalam dunia internasional melalui Konvensi Montevideo 1933,” ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah meminta MK menolak permohonan pemohon atau setidaknya tak dapat diterima. Sebab, pemerintah menilai pemohon tidak memiliki legal standing.

Sementara itu, ahli pemohon untuk perkara Nomor 7 Tristam Pascal Moeliono mempersoalkan arti dari kata aanslag. Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahya­ngan (Unpar) Bandung menyebut kata itu memiliki makna luas dan tak mesti dimaknai sebagai makar.

“Misal, (aanslag) dalam terjemah­an bahasa Inggris artinya violent attack. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, maknanya adalah serangan. Dalam bahasa Indonesia, aanslag diartikan dengan banyak arti, termasuk diartikan sebagai makar,” jelasnya.

(mediaindonesia.com)