Breaking News

Payung Hukum Densus Tipikor Perlu Diperjelas

KOMISI III DPR berencana memanggil kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (16/10) untuk membahas ide Polri membentuk detasemen khusus tindak pidana korupsi (densus tipikor).

“Yang dibahas bagaimana urusan densus tipikor? Payung hukumnya mau seperti apa? Apakah MoU? Ke­mudian apakah bisa operasional se­luruh Indonesia? Terus bagaima­na kontrolnya?” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan di Jakarta, kemarin (Jumat, 13/10).

Salah satu materi bahasan ialah sistem penuntutan seperti yang di­lakukan KPK, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dilakukan dalam satu atap. Untuk KPK, sistem tersebut telah diatur dalam UU KPK. Untuk densus tipikor, payung hukumnya ialah Undang-Undang Kepolisian. “Itu yang kami harus diyakinkan betul, bagaimana komunikasinya antarinstitusi,” tandas Trimedya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid tidak ingin kerja densus tipikor tumpang-tindih dengan KPK.

Dia menyarankan kewenangan densus tipikor dijelaskan secara rinci. Perlu juga diatur soal karakte­ristik kasus korupsi yang bisa ditangani KPK dan institusi penegak hukum lainnya. “Biar definitif sekalian. Jadi, tidak lagi muncul saling klaim atau saling membiarkan,” ujar Hidayat.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, sebelum densus tipikor terbentuk, Polri harus lebih dulu menjelaskan komitmen mereka da­lam menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang pernah dibongkar man­tan Ka­bareskrim Budi Waseso seperti kasus kondensat di Perta­mi­na dan kasus Pelindo.

“Jika kasus-kasus tersebut tidak bisa dituntaskan, untuk apa Polri membentuk densus karena bisa sia-sia memberantas korupsi,” tegasnya.

mediaindonesia.com (nov/dro/x-11)