Setelah dua bulan berlalu tanpa uji coba rudal, Korea Utara kembali meluncurkan rudal balistik antarbenua yang tertinggi, yang menurut para ahli mampu menjangkau Amerika Serikat.
Rudal yang disebut Hwasong-15 itu dinyatakan sebagai rudal yang baru, tapi apa sebenarnya yang diketahui dari uji coba rudal terbaru ini.
Apa yang diklaim Korea Utara?
Korea Utara mengatakan rudal balistik antarbenua atau ICBM yang diuji coba adalah yang paling kuat sejauh ini dan menuntaskan ‘perangkat pengembangan sistem persenjataan roket’ negara itu.
Mereka mengaku roket dipasang dengan ‘hulu ledak superbesar yang kuat’ yang mampu menghantam seluruh daratan Amerika Serikat.
Ketinggian roket disebut mencapai yang paling tinggi dibanding semua roket yang sudah pernah diluncurkan oleh Korea Utara sejauh ini.
Apa yang bisa dijelaskan para ahli dari lintasan roket?
Juli lalu, Korea Utara melakukan uji coba atas rudal Hwasong-14 yang mencapai ketinggian 3.000 km namun masih ada sejumlah keraguan tentang daya jangkaunya jika hulu ledak ditempatkan di roket tersebut.
Uji coba terbaru memperlihatkan adanya kemajuan yang serius walau para ahli menegaskan bahwa rincian lebih lanjut diperlukan untuk bisa lebih memastikannya.
Pemerintah Pyongyang menegaskan bahwa roket terbaru mencapai ketinggian 4.475 km yang berarti merupakan peluncuran standar dan bukan yang diluncurkan untuk semata-mata mencapai ketinggian, yang bisa mencapai 13.000 km.
Dengan peluncuran standar berketinggian 4.475 km maka jelas mampu untuk mencapai daratan Amerika Serikat, namun masih tergantung pada hulu ledak buatan -bukan hulu ledak nuklir nyata- yang ditaruh di roket tersebut, seperti dijelaskan Vipin Narang, guru besar ilmu politik di Massachusetts Institute of Technology, MIT, Amerika Serikat.
“Ada pihak-pihak yang ragu tentang jangkauan dari dua uji coba awal, jadi mereka meningkatkannya. Mereka sudah memperluas jangkauan ke titik yang sulit untuk mendebat dengan alasan kuat bahwa Korea Utara tidak bisa menjangkau kawasan tenggara Amerika Serikat dengan jangkauan tersebut,” kata Narang kepada BBC.
“Satu-satunya pertanyaan adalah berat dari hulu ledak. David dari Union of Concerned Scientists (persatuan ilmuwan yang peduli dengan masalah lingkungan planet) mengatakan dalam blog-nya bahwa roket tampaknya membawa hulu ledak buatan yang amat ringan yang berarti mungkin tidak mampu membawa hulu ledak nuklir sejauh itu karena hulu ledak nuklir akan jauh lebih berat.”
Namun Narang mengatakan berat hulu ledak itu tidak terlalu mempengaruhi jangkauan karena rudal seharusnya mampu membawa hulu ledak yang berat karena roket itu sendiri sudah berat.
Dengan demikian, tambah Narang, terlihat bahwa program rudal Korea Utara meningkat, uji coba berjalan dan apapun yang kurang dari uji coba sebelumnya, mereka menemukan cara memperbaikinya.
“Mendapatkan peningkatan jangkauan dalam waktu yang pendek seperti ini amat mengesankan. Mereka sudah beranjak dari 9.500 km ke 13.000 km, sebuah prestasi teknologi.”
Kenapa uji coba berlangsung malam hari?
Tidak biasanya uji coba berlangsung ketika kawasan sudah memasuki kegelapan namun jelas ada keuntungan bagi Pyongyang untuk memahirkan peluncuran pada malam hari.
“Hal itu menguji kemampuan untuk menembakkan rudal di balik kegelapan dan ada komponen yang dirahasiakan dan juga kesiapan,” tutur Narang.
“Jika Anda khawatir bahwa Amerika Serikat berupaya untuk menembak rudal, maka malam hari akan memberi sedikit keunggulan. Akan sedikit lebih mudah untuk sembunyi dan bergerak pada malam hari.”
Jadi rudal akan lebih sulit ditangkal oleh Amerika Serikat.
“Saat malam ada beberapa fase dari peluncuran hulu ledak yang tidak memancarkan sinar matahari, jadi lebih sulit untuk disasar,” tambah Narang.
Bukan berarti rudal menjadi tidak bisa ditangkal sama sekali namun peluncuran di kegelapan akan sedikit meningkatkan kemampuan untuk menghindar dari sistem pertahanan rudal.
Apa pesannya?
Korea Utara sudah lama berambisi mengembangkan senjata nuklirnya dan dengan kemampuan menjangkau daratan Amerika Serikat.
Peluncuran terbaru ini merupakan pernyataan negara itu kepada dunia bahwa mereka yakin sudah mencapai kedua tujuan tersebut, menurut Vipin Narang dari MIT.
Ada sejumlah keraguan tentang kemampuan Pyongyang dalam mengecilkan hulu ledak. Selain itu mereka juga masih harus membuktikan teknologi yang bisa membawa kembali hulu ledak masuk ke atmosfir bumi.
Bagaimanapun Narang memperingatkan dalam setiap keraguan ada tekad yang kuat untuk membuktikan bahwa keraguan itu salah.
“Saya khawatir bahwa kita menantang Kim Jong-un untuk melakukan yang dikenal sebagai uji coba burung juche, yang merupakan uji coba nuklir di atmosfir, yang berisiko tinggi.”
“Mereka yang berpendapat pencegahan perang sebagai sebuah pilihan harus membuat penjelasan bawa Korea Utara tidak memiliki kemampuan untuk menghantam Amerika Serikat dengan hulu ledak.”