Utang luar negeri Indonesia terus meningkat sampai akhir Mei 2017, mencapai Rp 3.672,33 triliun. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 adalah Rp 2.604,93 triliun, dan naik hingga posisi di akhir Mei 2017 menjadi Rp 3.672,33 triliun.
Angka ini naik hingga Rp 1.067,4 triliun jika dibandingkan sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 hingga Mei 2017 ini.
Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), mengatakan sebagian besar dari pertambahan utang tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah digenjot oleh pemerintah. Selain untuk pembangunan infrastruktur, utang juga bertambah untuk membayar cicilan utang sebelumnya.
“Sebagian besar dipakai untuk pembangunan tapi karena defisit primernya, kita juga harus membayar utang yang sebelumnya, sehingga tambahan itu lebih besar daripada yang dikurangi, jadi memang, jadi kita semua negara hampir semua begitu,” kata JK beberapa waktu lalu.
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan jumlah tersebut sebetulnya masih dalam taraf aman atau tidak membahayakan. Meski mengakui pertumbuhan utang Indonesia naik cukup signifikan dalam dua tahun terakhir, namun rasio utang yang berada di kisaran 27,9{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5} terhadap produk domestik bruto (PDB), tergolong masih rendah bila dibandingkan dengan negara lainnya.
“Kita tidak termasuk negara yang utangnya sudah banyak. Kita kalau dilihat perbandingan utang negara, itu ya kita jauh di bawah, kecil. Walaupun memang pertumbuhannya agak tinggi,” kata Darmin.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan keinginannya menekan utang pemerintah yang terus mengalami peningkatan.
Upaya yang dilakukan, kata Sri Mulyani, dengan melakukan reformasi sistem perpajakan serta memantau potensi penerimaan dari berbagai aktivitas perekonomian. Lalu, pemerintah juga akan menerapkan pengalokasian belanja secara baik dan hati-hati.
“Jadi entah dari jenis belanjanya maupun dari efisiensi belanjanya yang perlu diperhatikan, jadi dengan adanya keseimbangan di penerimaan lalu strategi belanja kita harapkan defisit akan terus menerus bisa ditekan,” jelas dia.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyarankan pemerintah agar tidak terlalu banyak menarik utang untuk membiayai Anggaran Pendapatan dam Belanja Negara (APBN). Meskipun bunga atas utang yang diterbitkan bisa lebih rendah pasca gelar investment grade dinobatkan oleh Standard and Poor’s (S&P).
Gubernur BI, Agus Martowardojo, berharap penarikan utang bisa dikurangi secara bertahap melalui peningkatan penerimaan pajak.
“Bukan berarti kita harus naikkan utang ya kita sekarang masih di rasio utang yang sehat. Kalau bisa kita biayai APBN kita dengan pendapatan pajak,” tandasnya. (mca/wdl)