Breaking News

Blak-blakan Gubernur Kalteng Soal Palangka Raya Jadi Ibu Kota RI

Palangka Raya kerap disebut sebagai salah satu calon terkuat ibu kota baru Indonesia. Nama ini bahkan muncul sejak Presiden Pertama Indonesia, Sukarno, menancapkan tiang pembangunan kota Palangka Raya pada 1957 silam.

Lantas apa sebenarnya hal yang membuat nama Palangka Raya kerap muncul menjadi kandidat terkuat calon ibu kota pengganti Jakarta?

Simak kutipan wawancara detikcom dengan Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, di Istana Isen Mulang, Palangka Raya, Rabu (12/7/2017).

Nama Palangka Raya kerap muncul jadi pengganti Jakarta sebagai Ibu Kota Baru, sebenarnya apa yang ada di Palangka Raya?
Luas untuk Palangka Raya ini sekitar 2.400 km2. Jadi 200 ribu lebih kalau dalam hektar. Kalau Jakarta kan 60 ribuan (ha) ya. Cuma seiring perkembangan zaman sudah padat, lalu tata kotanya sendiri enggak dijaga.

Ada hal lain yang mendukung selain luasnya lahan itu?
Begini, kami ini kan generasi-generasi kesekian di Kalteng ini. Saya ini sendiri Gubernur yang keberapa. Kota Palangka Raya kan sudah didesain oleh Bapak Ir. Sukarno. Sehingga dipancanglah tiang, dekat pinggir sungai itu untuk jadi ibu kota. Tepatnya di depan Gedung DPRD ini. Termasuk bundaran besar dan istana ini juga didesain oleh beliau juga. Memang didesain dari 1957 oleh beliau sendiri.

Bisa diceritakan soal keinginan Sukarno menjadikan Palangka Raya sebagai ibu kota Republik?
Dulu kan sungai Kahayan ini sangat bersih dan jernih sekali. Bahkan Pak Sukarno minta di bantaran ini jangan didirikan rumah-rumah. Mungkin beliau membayangkan, sekaranglah mungkin, seperti negara-negara maju, di pinggir sungai ini diperuntukkan bagi pariwisata, kampung-kampungnya, semua di situ ada. Tapi yang terjadi sekarang, karena bertambahnya masyarakat, kebutuhan ekonomi meningkat, jadilah bantaran sungai Kahayan ini jadi kegiatan masyarakat.

Sebetulnya, saya sebagai Gubernur sendiri tidak menyikapi untuk bahwa Palangka Raya harus jadi pusat pemerintahan. Ini kan angan-angan dari seorang proklamator dan beliau ambisius sekali menjadikan ini pusat pemerintahan republik ini.

Mungkin karena di Indonesia yang ada kata Rayanya cuma dua ini kan. Tidak ada DKI Raya, Yogya juga enggak ada. Di sini yang ada, Palangka Raya.

Saya sebagai gubernur tidak menyikapi bahwa, apalagi sekarang banyak sekali isu bahwa di Kalimantan akan dipindahkan ibu kota. Kan di Kalimantan, bukan di Palangka Raya. Ada diajukan di Kalsel, Kaltim. Bahkan ada diajukan katanya juga di Sulawesi.

Kelebihan apa yang dimiliki Palangka Raya sehingga namanya selalu disebut-sebut?
Semua daerah ini kan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita berandai-andai saja, dari segi keamanan seorang kepala negara, kalau andai kata disimpan di Kaltim, dijadikan kota, di situ kan berbatasan dengan negara lain langsung. Sama dengan Kalbar, Kaltara. Kalau terjadi sesuatu luar biasa, Presiden tinggal di sana, bayangkan dari segi keamanan, kemungkinan, yang paling tepat menurut saya, Kalsel boleh, Kalteng juga boleh. Tapi untuk penduduk yang kecil jumlahnya dan wilayahnya luas, ya Kalimantan Tengah.

Kebetulan bertepatan dengan kunjungan Presiden dalam Hari Kesetiakawanan Nasional tahun 2016 bulan Desember, Presiden datang ke sini, beliau cerita-cerita sekilas dengan saya, mengenai bagaimana Palangka Raya. Pak Gubernur, bagaimana kota Palangka Raya masih fleksibel tidak untuk menjadi pusat pemerintahan kita.

Pak Presiden, mohon maaf, menurut saya untuk Palangka Raya itu tidak fleksibel lagi, seiring dengan kebutuhan manusia. Tapi Pak Presiden, kalau berkenan, kalau untuk mencari lahan 300 ribu-500 ribu hektar, saya sebagai Gubernur Kalteng siap menyiapkan.

Itu cerita-cerita kecil dengan Pak Presiden. Setelah itu kita kegiatan lagi, putus, berjalan lagi dengan pak Presiden ke upacara Hari Kesetiakawanan Nasional. Ke kampung laut, ngobrol. Besoknya beliau mau balik lagi, waktu itu ada Menteri PMK (Puan Maharani) dan ada Seskab (Pramono Anung) juga. Saat itu saya pidatokan juga, mudah-mudahan Kalteng bisa jadi pusat pemerintahan Republik ini.

Nah waktu pulangnya juga, Pak Presiden bicara ini. Pak Gubernur, memang masih ada lahan untuk menjadi pusat pemerintahan Republik ini? Pak Presiden, kita mungkin saya katakan di 3 tempat, yaitu Kota Palangka Raya sendiri, setelah itu Kabupaten Katingan dan Kabupaten Gunung Mas. Jadi kalau diambil di peta itu seperti Piramida. Kalau dianggap kota Palangka Raya sendiri, ini daerah Selatannya, Katingan, dan Gunung Mas utaranya.

Tapi jadi atau tidaknya, kan tergantung dari Pemerintah Pusat. Saya hanya menyiapkan lahan.

Artinya beberapa kali ada pembicaraan?
Enggak beberapa kali juga. Pak Presiden juga mengatakan, jangan sampai menggusur-gusur dusun dan desa. Tentu dengan Kalteng yang luasnya luar biasa ini, perintah Pak Presiden, setelah pak Presiden berangkat ke Kalbar, saya panggil Wali Kota Palangka Raya, Bupati Katingan, termasuk Dinas Kehutanan saya, terbanglah ke atas pakai helikopter.

Sekarang saya selaku Gubernur kan cuma menunggu. Suka atau tidak suka, mau tidak mau, kalau memang pusat menginginkan, ya kami mengaminkan. Saya sebagai Bapak orang banyak, wakil Pemerintah Pusat, pasti tunduk dengan perintah Presiden.

Mengenai hal bahwa di sini memang yang diinginkan oleh Pak Presiden, ya tentu saya wakil rakyat Kalteng, andaikata terjadi, kantor-kantor pemerintahan, ingin supaya budaya dan adat istiadatnya (terjaga).

Kalteng ini kan adat istiadatnya agak mirip dengan Bali. Hindu kan ada di sini. Islamnya sekitar 74{5c3cb05e12662dfc7a9890457508f95bdca7cff27e5b02e7b58f4025816289e5}, dan sisanya agama lain. Sama dengan Bali.

Kami kan ada adat istiadat rumah Betang. Rumah Betang itu sukunya suku dayak, tapi di dalamnya bermacam agama. Konghucu saja yang enggak ada.

Kenapa sekarang Palangka Raya tidak fleksibel lagi?
Makanya tanyakan saja ke Presiden. Mungkin Pak Presiden punya pemikiran lain, melihat historis Palangka Raya sendiri. Beliau berkunjung kan bisa saja tanya apa saja. Bagaimana kalau begitu, begini.

Waktu itu suasananya santai atau bagaimana?
Santailah. Beliau kan suka guyon.

Guyonnya seperti apa?
Itu di VIP Bandara.

Setelah itu ada pertemuan-pertemuan lanjutan atau instruksi selanjutnya?
Enggak ada. Kami siap saja 1 x 24 jam. Kalau sudah diperintahkan, lokasi sudah ada dan lainnya, sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah, kami selalu siap. Memberikan keamanan dan kenyamanan ketika itu dikatakan pindah. Kalau orang mengatakan di Kalteng, Kalsel dan di mana pun nanti, kalau dikatakan itu tidak ada biayanya, orang itu berarti enggak mau berpikir.

Di Jakarta itu kan padat sekali. Terlalu padat. Kalimantan ini kan luas. Ada Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltara. Tinggal dipilih. Dan punya sejarah dan daya tarik tersendiri.

Komunikasi dengan Bappenas sejauh ini seperti apa?
Kami tunggu Presiden untuk mengkaji dan menelaah, Kaltim juga termaksud, Kalsel juga termaksud, Kalbar juga masuk, kami lihat nanti yang mana yang diinginkan pemerintah pusat.

Kalau komunikasi Bappenas dengan Pemprov Kalteng seperti apa?
Belum ada, belum ada komunikasi sama sekali, komunikasi dengan Presiden belum.

Ada pemberitahuan enggak dari Bappenas atau Presiden terkait syarat-syarat untuk Kalteng kalau mau menjadi Ibu Kota?
Enggak ada. Cuma kan beliau (Presiden) hanya minta, Pak Gubernur tolong siapkan tempatnya di mana tapi tidak menggusur dusun.

Nanti kan di Kalteng akan dibangun kota baru, untuk kesiapan pembangunan kota baru itu sendiri bagaimana?
Ya tinggal ini kan pusat, bahan material itu kan nanti tidak jadi masalah, kalau sudah ada niat tidak jadi masalah. Orang negeri ini dibangun tidak ada materialnya.

Kami ini (Gubernur) diperintah seperti prajurit juga, seperti Polri juga, 1×24 jam ketika Pak gubernur, Pak Presiden sudah mulai berkantor di sana. Ya menuju masa-masa beliau, kalau memang ini dijadikan pusat pemerintahan, sambil jalan beliau berkantor, kami siap. Kenapa tidak siap?

(detik.com-wdl/wdl)